Twenty-Eighteen
Bukan pura - pura lupa kalau malam ini malam tahun baru, tapi bener - bener lupa. Baru inget tadi siang ketika temen cerita lagi nyari tempat yang cocok buat malam tahun baruan sama calon istri. Well.. Boleh kok dicemooh, aku se-single itu emang haha.
Jadi seseorang yang masih single di akhir tahun 2018 mungkin jadi salah satu hal untuk disesali. But I’m (still) feeling fine about it.. Kembali ke akhir tahun ya. Entah umur atau emang ngga ada temen, perayaan malam tahun baru bener - bener bukan sesuatu yang bikin aku excited. Tahun baru, hari baru, lantas apa? Resolusi baru? Sepatu baru, tas baru, seragam baru? Kalau anak sekolah gitu kali ya hehe.
Instead of talking about my 2019 resolution, I’d like to recall the most regretful thing I did in 2018. Kedengarannya pesimis ya, tapi ya percaya aja kalau penyesalan itu ada untuk engga diulangi lagi. Eits.. Sama dengan kesalahan berarti ya. Lagi baca buku The Subtle Art of Not Giving a Fck, bikin aku mikir, kenapa ngga mengakui penyesalan tahun ini, lalu move on, lalu baru bikin resolusi tahun 2019. By the way, buku yang aku sebutin itu bagus deh, coba baca, tentang bagaimana kamu jujur sama diri sendiri, kenal sama diri sendiri.
Banyak sih yang disesali tahun 2018, dan aku gamau ngulang penyesalan itu di akhir tahun depan. Apa aja ya..
Pertama, penyesalanku adalah engga nabung. Bagi pekerja, di tahun pertama pasti akan sulit menabung karena rasanya mendapatkan penghasilan pribadi untuk pertama kali tu bikin kita lebih sering ‘khilaf’ haha. ‘Aku sudah kerja keras, seenggaknya aku harus membahagiakan diriku atau mengapresiasi diriku dengan beli tas brand blablabla, sepatu brand blablabla, nonton tiap weekend untuk membayar keringatku 5 hari kerja, jajan milktea (atau mungkin Sbucks?). Apalagi banyak yang bilang ‘wajar sih kalau tahun pertama belum bisa nabung’. Itu semuaaaa adalah aku di tahun 2017 *ketawa sambil nangis*.
Kemudian, masuklah tahun kedua kerja.. Bahagianya disini adalah kenaikan gaji. Pikiran untuk mulai menabung, karena ‘capek hedon aka khilaf’ mulai muncul. Berhasil nabung sih, tapi ngga seberapa. Kemudian aku ‘ternyata’ (karena ngga sesuai dengan rencanaku, yaitu akhir tahun ini) resign dua bulan sebelum tahun 2018 berakhir, dan tanpa pemasukkan, uang tabunganku perlahan mulai habis huhu. Nyesel sih, karena tabunganku cuma berpindah ke Chatime atau XXI. Lebih nyesel karena kenapa ngga dari dulu belajar tentang saham ketika masih ada duit. Kenapa pikiranku sependek itu...
Kedua, penyesalanku adalah kurang berani. Man, I’ve been dealing with this for years and I still don’t have enough courage to speak up my mind. Tau ngga kenapa yang ditindas itu akan terus ditindas? Karena engga berani untuk melakukan sesuatu. Bukan berani untuk balas dendam, tapi seenggaknya buat speak up aja.
Apa sih, pasti engga paham sama apa yang aku omongin di atas. Ini tentang hirarki di tempat kerja sih. Akan selalu ada yang namanya atasan bawahan, senior junior. Dimana pun itu. Apakah salah? Nope. Yang salah adalah ketika kamu diperlakukan semena - mena sama senior atau atasanmu, dan kamu lebih milih untuk diam, nangis, terus resign? Instead of say what you must say.. Itu barusan aku banget sih. Sampai temen - temenku yang ikutan kesel.
Aku lebih memilih diam dan ngeiyain senior karena aku benci perdebatan sih. Aku cinta damai banget orangnya haha, sayangnya dengan cara yang salah. Sampai akhirnya I felt sick of the unfairness then I resigned. Yes, I ran away. Such a coward.. Ibarat kata, aku lebih milih cara instan untuk menyelesaikan masalah. Enak, tapi ngga berfaedah. Apa sih yang ada di kepalaku saat itu? Berharap orang bisa baca pikiran kita dengan apa yang kita lakukan? Dikira punya ilmu nujum.. Padahal spekulasi orang lain bisa jadi ke arah yang jauh dari kenyataan.
Ketiga, masih tentang kesehatan diri sih. Jasmani dan rohani. Tolong ingetin saya kalo kesehatan itu mahal. INGET, MAHAL. Kata - kata yang terngiang ketika ngomongin rohani adalah pernyataan dari temen kerjaku dulu, yang usianya mungkin sekitar 40 tahun lebih sekarang. Dia bilang,”Anak jaman sekarang mah pada gampang tertekan, gampang stresnya”. Pernyataan yang dikatakan sambil lalu, tapi entah kenapa dalam hati aku ngeiyain banget. Padahal waktu itu aku bilang,”Engga ah, kata siapa?” Haha kata gueeeee..
Ada dua pengalaman kejiwaan aneh yang aku alami tahun 2018 ini. Pertama, aku terserang panic attack. Ketika itu aku lagi ngeles di kos, dan anehnya aku ngerasa degup jantungku kenceng banget sampai aku minta tolong bapak dan ibu kos buat periksa. Wew. Tangan sama mukaku sampe merah banget. Alasannya.. Embuh. Kedua, aku suka keringat dingin kalau di dalam bioskop. Hadeh.. Sampai aku perlu tarik nafas dalam berkali - kali sampai bener - bener tenang. Gila ngga sih, tahun 2017 kemarin semuanya baik - baik saja. Tapi tiba - tiba dua hal ini aku alami tanpa alasan yang jelas. Rasanya pengen masuk alam bawah sadarku, dan cari tahu kenapa. Apakah bener stress coping ku yang rendah banget, entahlah..
Wah, sepanjang ini ya cerita penyesalanku tahun 2018. Dear penyesalan - penyesalanku, jangan ikuti aku ke tahun 2019 ya. Jangan ketemu lagi di akhir tahun depan. Aku mau move on, biar nanti ada penyesalan lain tak apa, namanya juga hidup. Tapi jangan penyesalan yang sama, karena itu artinya aku ngga belajar. Wihii sok bijak sekali haha. Kalian juga ya, apa yang kamu sesali tahun ini, silakan disesali, ditangisi, disumpahserapahi juga ngga masalah sih. Penyesalan itu cuma butuh diakui, sebelum dia jadi penyakit hati. Abis itu baru bisa move on.. Selamat tinggal penyesalan tahun 2018!!
Jadi seseorang yang masih single di akhir tahun 2018 mungkin jadi salah satu hal untuk disesali. But I’m (still) feeling fine about it.. Kembali ke akhir tahun ya. Entah umur atau emang ngga ada temen, perayaan malam tahun baru bener - bener bukan sesuatu yang bikin aku excited. Tahun baru, hari baru, lantas apa? Resolusi baru? Sepatu baru, tas baru, seragam baru? Kalau anak sekolah gitu kali ya hehe.
Instead of talking about my 2019 resolution, I’d like to recall the most regretful thing I did in 2018. Kedengarannya pesimis ya, tapi ya percaya aja kalau penyesalan itu ada untuk engga diulangi lagi. Eits.. Sama dengan kesalahan berarti ya. Lagi baca buku The Subtle Art of Not Giving a Fck, bikin aku mikir, kenapa ngga mengakui penyesalan tahun ini, lalu move on, lalu baru bikin resolusi tahun 2019. By the way, buku yang aku sebutin itu bagus deh, coba baca, tentang bagaimana kamu jujur sama diri sendiri, kenal sama diri sendiri.
Banyak sih yang disesali tahun 2018, dan aku gamau ngulang penyesalan itu di akhir tahun depan. Apa aja ya..
Pertama, penyesalanku adalah engga nabung. Bagi pekerja, di tahun pertama pasti akan sulit menabung karena rasanya mendapatkan penghasilan pribadi untuk pertama kali tu bikin kita lebih sering ‘khilaf’ haha. ‘Aku sudah kerja keras, seenggaknya aku harus membahagiakan diriku atau mengapresiasi diriku dengan beli tas brand blablabla, sepatu brand blablabla, nonton tiap weekend untuk membayar keringatku 5 hari kerja, jajan milktea (atau mungkin Sbucks?). Apalagi banyak yang bilang ‘wajar sih kalau tahun pertama belum bisa nabung’. Itu semuaaaa adalah aku di tahun 2017 *ketawa sambil nangis*.
Kemudian, masuklah tahun kedua kerja.. Bahagianya disini adalah kenaikan gaji. Pikiran untuk mulai menabung, karena ‘capek hedon aka khilaf’ mulai muncul. Berhasil nabung sih, tapi ngga seberapa. Kemudian aku ‘ternyata’ (karena ngga sesuai dengan rencanaku, yaitu akhir tahun ini) resign dua bulan sebelum tahun 2018 berakhir, dan tanpa pemasukkan, uang tabunganku perlahan mulai habis huhu. Nyesel sih, karena tabunganku cuma berpindah ke Chatime atau XXI. Lebih nyesel karena kenapa ngga dari dulu belajar tentang saham ketika masih ada duit. Kenapa pikiranku sependek itu...
Kedua, penyesalanku adalah kurang berani. Man, I’ve been dealing with this for years and I still don’t have enough courage to speak up my mind. Tau ngga kenapa yang ditindas itu akan terus ditindas? Karena engga berani untuk melakukan sesuatu. Bukan berani untuk balas dendam, tapi seenggaknya buat speak up aja.
Apa sih, pasti engga paham sama apa yang aku omongin di atas. Ini tentang hirarki di tempat kerja sih. Akan selalu ada yang namanya atasan bawahan, senior junior. Dimana pun itu. Apakah salah? Nope. Yang salah adalah ketika kamu diperlakukan semena - mena sama senior atau atasanmu, dan kamu lebih milih untuk diam, nangis, terus resign? Instead of say what you must say.. Itu barusan aku banget sih. Sampai temen - temenku yang ikutan kesel.
Aku lebih memilih diam dan ngeiyain senior karena aku benci perdebatan sih. Aku cinta damai banget orangnya haha, sayangnya dengan cara yang salah. Sampai akhirnya I felt sick of the unfairness then I resigned. Yes, I ran away. Such a coward.. Ibarat kata, aku lebih milih cara instan untuk menyelesaikan masalah. Enak, tapi ngga berfaedah. Apa sih yang ada di kepalaku saat itu? Berharap orang bisa baca pikiran kita dengan apa yang kita lakukan? Dikira punya ilmu nujum.. Padahal spekulasi orang lain bisa jadi ke arah yang jauh dari kenyataan.
Ketiga, masih tentang kesehatan diri sih. Jasmani dan rohani. Tolong ingetin saya kalo kesehatan itu mahal. INGET, MAHAL. Kata - kata yang terngiang ketika ngomongin rohani adalah pernyataan dari temen kerjaku dulu, yang usianya mungkin sekitar 40 tahun lebih sekarang. Dia bilang,”Anak jaman sekarang mah pada gampang tertekan, gampang stresnya”. Pernyataan yang dikatakan sambil lalu, tapi entah kenapa dalam hati aku ngeiyain banget. Padahal waktu itu aku bilang,”Engga ah, kata siapa?” Haha kata gueeeee..
Ada dua pengalaman kejiwaan aneh yang aku alami tahun 2018 ini. Pertama, aku terserang panic attack. Ketika itu aku lagi ngeles di kos, dan anehnya aku ngerasa degup jantungku kenceng banget sampai aku minta tolong bapak dan ibu kos buat periksa. Wew. Tangan sama mukaku sampe merah banget. Alasannya.. Embuh. Kedua, aku suka keringat dingin kalau di dalam bioskop. Hadeh.. Sampai aku perlu tarik nafas dalam berkali - kali sampai bener - bener tenang. Gila ngga sih, tahun 2017 kemarin semuanya baik - baik saja. Tapi tiba - tiba dua hal ini aku alami tanpa alasan yang jelas. Rasanya pengen masuk alam bawah sadarku, dan cari tahu kenapa. Apakah bener stress coping ku yang rendah banget, entahlah..
Wah, sepanjang ini ya cerita penyesalanku tahun 2018. Dear penyesalan - penyesalanku, jangan ikuti aku ke tahun 2019 ya. Jangan ketemu lagi di akhir tahun depan. Aku mau move on, biar nanti ada penyesalan lain tak apa, namanya juga hidup. Tapi jangan penyesalan yang sama, karena itu artinya aku ngga belajar. Wihii sok bijak sekali haha. Kalian juga ya, apa yang kamu sesali tahun ini, silakan disesali, ditangisi, disumpahserapahi juga ngga masalah sih. Penyesalan itu cuma butuh diakui, sebelum dia jadi penyakit hati. Abis itu baru bisa move on.. Selamat tinggal penyesalan tahun 2018!!
Comments
Post a Comment