Not my story ;)


Fyi: Ini bukan cerita pengalaman pribadiku ya. Ini cerita temen SMP-ku. Enggak sama persis sama aslinya, soalnya bukan aku sendiri yang ngalami sih. Tapi tetep mirip kok ;))
--

   Aku menatap ponselku yang aku matikan sejak lima menit yang lalu. Aku masih sulit untuk menelan kenyataan pahit yang baru saja aku tahu. Kedua mataku rasanya perih, entah karena pagi ini aku bangun jam 3 atau karena alasan lain.
    Status: In a relationship.
    Perlahan kupejamkan mataku. Kapan hal itu terjadi? Bagaimana aku tidak tahu apapun? Siapa yang bersama dia selama ini? Bukankah hanya aku? Ribuan pertanyaan melesat dengan cepat di kepalaku. Sayup-sayup kudengar bunyi khas stasiun, seorang informator mengatakan bahwa kereta menuju Kediri akan berangkat sepuluh menit lagi. Aku merasakan beberapa orang mulai beranjak dari tempat duduk mereka dan berlalu lalang di depanku.
    “Hei, malah tidur lo. Ayo masuk!” temanku, Arya, menarik tasku dan membawanya masuk ke kereta. Dengan kaki yang terasa begitu berat, aku melangkah masuk ke kereta Kahuripan. Menyelesaikan apa yang sudah terlanjur aku janjikan pada gadis itu.
    Selama separuh perjalanan menuju Kediri, aku hanya memejamkan mataku. Mencoba tidur, meski kepalaku pening saat memikirkan apa yang akan aku lakukan sesampainya di sana. Arya, yang duduk di sebelahku, terus sibuk dengan games di ponselnya. Aku tahu bahwa dia tahu ada sesuatu yang mengusikku. Sesekali dia bergurau atau dengan nada guyon berkata,”Santailah bro. Lo mau confess your love to your lovely Dinda, bukan mau sidang skripsi.”
    Saat Arya sedang mencari makan di gerbong belakang, terdengar ringtone khas dari ponselku yang menandakan ada telepon masuk. Aku merogoh ponselku yang ada di saku celana jins. Dinda, namanya muncul di layarnya.
    “Hai, Din”, sapaku sambil tersenyum membayangkan gadis yang ada di seberang telepon.
    “Ade, kok enggak kasih kabar sih. Sudah sampai mana?” tanyanya.
    “Nanti kalau sampai, aku telpon,” jawabku singkat.
    Aku menunggunya bicara, tapi dia diam untuk beberapa saat.”Hati-hati ya, bro. Cari makan dulu gih. Jaga kesehatan. Oh ya, jangan nambahin jumlah gembel sama geladangan di Kediri lho ya,” pesannya panjang lebar.
    “Baiklah, Nona,” aku tertawa geli.
    Dinda ikut tertawa ringan,”Salam buat Arya. Take care ya kalian. Bye.
    “Ok. Bye.”
    Telepon dari Dinda barusan seketika mengingatkanku pada hari-hari biasanya aku berada di dekatnya. Hari-hari menyenangkan di kampus yang makin lama makin membuatku jatuh hati kepadanya hingga akhirnya membawaku kepada apa yang aku lakukan sekarang. Mengungkapkan seluruh perasaanku, itulah niat awalku pergi ke kampung halaman gadis itu di Kediri. Sebelumya. rencana ini membuatku gila kegirangan beberapa minggu yang lalu. Namun pagi ini, mimpi indah itu seakan lenyap tepat sebelum aku melaksanakan rencana ini. Mimpi indah yang tiba-tiba tampak seperti mimpi besar yang kosong dan tidak bermakna saat aku membuka info profil di Facebook milik Dinda Anindita. Dia sudah punya kekasih.
--

Setelah selesai sholat Isya’ di sebuah masjid di kota kecil Pare, segera kurebahkan tubuhku di pojok ruangan masjid. Punggungku merasakan dinginnya lantai keramik di balik kaos yang kukenakan. Rasanya dingin, tapi tetap nyaman. Jauh lebih menyenangkan daripada perjalanan sepanjang siang tadi. Setelah pukul 13.00 WIB keluar dari stasiun, aku dan Arya harus mencari angkot menuju Kampung Inggris, lalu berjalan sejauh 7 km menuju Alun-alun Pare, akhirnya sampai di sebuah taman, dan menemukan masjid ini pukul 18.30 WIB. 
“Enggak masalah kan, tidur di sini?” tanyaku pada Arya yang ada di sebelahku.
Arya melihatku sekilas, lalu menjawab,”Yaelah bro. Lo tahu sendiri kondisi kost-ku gimana kan? Ini bukan masalah sama sekali.”
Aku tertawa dan berkata,”Oke, enggak salah deh gue ngajak lo. Enggak ngerepotin sama sekali.”
“Eits, ini enggak cuma-cuma bro. Lo harus setor makanan ke kost-ku sebulan kedepan!” Lalu kami tertawa bersama, bersamaan dengan lantai keramik dan angin malam yang semakin dingin.
--
Aku menatap pintu kayu berwarna cokelat tua di depanku dengan napas tertahan. Arya sudah mengetuknya dua kali dan mengucapkan salam. Tapi tidak ada jawaban. Dia hendak mengetuknya lagi tepat saat kusen pintu bergerak dan sebuah suara seorang gadis menjawab salam. Kedua lelaki itu familiar dengan suara gadis itu. Pintu terbuka, dan di sana berdiri seorang gadis cantik dengan mata terkejut mendapati dua sosok laki-laki yang ada di hadapannya. Rambut panjang hitamnya tergerai di bahunya. Sedetik kemudian pandangan terkejutnya berubah menjadi dua mata indah yang mampu membuat tenggorokanku, dan mungkin Arya juga, kering seketika. Perasaan bahagia langsung menyergapku dengan munculnya gadis itu beberapa detik yang lalu.
“Hei, kalian! Ayo masuk!” ajak Dinda dengan ramah.
Setelah aku dan Arya masuk, kami disambut dengan banyak kue kering dan makanan kecil lainnya. Kami bertiga pun berbincang panjang lebar. Mulai dari membicarakan perjalanan ke kota itu sampai kembali ke cerita-cerita di kampus. Saat mendapat kesempatan, aku pun tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya mengenai ‘lelaki tak dikenalnya’ itu.
Aku berdeham, dan bertanya dengan nada pura-pura menggoda,”Jadi, siapa dia? Siapa dia yang in relationship sama kamu?”
Dinda seketika menatapku dengan terkejut, begitu juga dengan Arya. Gadis itu tersenyum kecil, dan menjawab,”Kamu enggak kenal dia, De.”
Bagus. Aku juga tidak benar-benar ingin tahu siapa lelaki itu.
“Tapi kamu kok enggak bilang sih kalau udah punya pacar? Kamu enggak mau dimintain traktiran sama kita ya?” Aku berusaha untuk tertawa dan bercanda. Aku tidak ingin Dinda tahu yang sebenarnya.
Arya pun beralih memandang Dinda, dan bertanya dengan nada bercanda,”Oh, jadi kamu sukanya rahasia-rahasiaan gitu ya? Kok kamu gitu sih, Din?” Pura-pura kesal, dia pun meraih setoples kue nastar dan mulai melahapnya dengan rakus. Kami pun tertawa geli melihat tingkahnya.
“Arya, aku minta maaf ya? Sebagai gantinya kamu boleh deh habisin kue setoples itu,” pinta Dinda sambil menunjuk toples yang berada dalam dekapan Arya.
“Enggak ah. Aku enggak suka kue nastar”, Arya pun meletakkan toples yang sudah hampir kosong di meja. “Aku sukanya kue brownis!”, dia menunjuk sepiring brownis kacang yang tampak begitu lezat. Aku dan Dinda menyorakinya dan kami pun dengan cepat meninggalkan ‘topik tadi’.
--
“Bro, kalau ‘gak minta. Ini kue ‘kal ‘bis 5 menit lagi. Dan lu ‘uma ‘kal aku kasih ‘lastiknya. ‘rius”, Arya bertanya yang masih penuh dengan kue brownis kacang pemberian Dinda.
Aku cuma menggeleng sekilas tanpa membuka mataku. Kami sudah berada di atas kereta menuju Yogyakata. Aku merasa begitu lelah sampai tidak ada keinginan untuk makan dan mengajak bicara Arya yang duduk di sebelahku.
“Jadi, kapan lu tahu Dinda udah punya pacar?” tanya Arya pelan, setelah menegak minumannya.
Aku hanya menghela napas berat. Sudah tidak ada keinginan untuk menceritakan itu lagi. Tidak ada tenaga, dan enggan. Tiba-tiba saja tenggorokanku terasa tercekat. Wajahku panas. Kedua tanganku yang terlipat di dada menggenggam begitu erat sehingga membuatku ingin berteriak dengan kerasnya. Dinginnya angin malam yang menyeruak dari bagian atas jendela kereta membuatku bergidik. Arya sadar hal itu. Dia menepuk bahuku sekilas, lalu memilih untuk diam dan tak mengungkitnya lagi.
Perjalanan ini begitu menyakitkan. Semuanya terlihat sia-sia. Rasa lelah, lapar, dan dingin akhirnya bercampur membentuk kekecewaan yang begitu melukai hati. Pertemuan siang tadi rasanya begitu semu. Kehangatan di antara candaan dan tawa kami bertiga tak tersisa malam ini.
Ponselku bergetar sekali. Dengan enggan aku merogohnya di saku celanaku. Pesan dari Dinda.
Hati-hati ya, Ade sama Arya. Makasih udah kemari. Love you brothers {}
Kamu enggak tahu sebesar apa rasa sayangku sama kamu, Dinda, jawabku dalam hati. Ku simpan ponselku kembali ke dalam saku. Begitu juga dengan perasaan sepihak yang berusaha aku simpan. Setidaknya aku masih dapat ada terus di sampingnya bukan? Tapi.. Ah, apa baiknya dengan hal itu? Aku kembali memejamkan mata dengan perasaan yang entah sampai kapan akan aku simpan. Kereta pun melaju dengan cepat menjauh dari Kota Kediri.

Comments

Popular Posts