Cerpen: Penolakan


                “.. I’ll be there as soon as I can. But I’m busy mending broken pieces of the life I had before. Before you.” Matthew Bellamy, vokalis Muse, mengakhiri nyanyiannya. Sekarang kamar Kinan menjadi hening. Dia sedang menunggu seseorang berbicara melalui telepon.
                “Jadi?” tanya Kinan penasaran.
                “Hm.. Intinya penolakan”, jawab seseorang lelaki mantab.
                “Penolakan terhadap apa? Jelasin.”
                “Ya gitu, cowok itu nolak cewek buat cewek lain di masa lalu”, kata lelaki itu dengan mendengus jengkel.
                Kok bisa? Jadi, besok Radit akan menolaknya? Kinan bertanya-tanya dalam hati. Ia tak dapat mempercayai hal itu. Ia yakin Radit selama ini berlaku baik terhadapnya karena dia juga memiliki perasaan yang sama. Kinan berpikir keras, mengingat kembali bagaimana laki-laki itu memintanya untuk mendengarkan lagu berjudul Unintended ini. Dia meminta Kinan untuk memahami liriknya. Tapi, kenapa..
                “Hooahm”, Ogi sengaja menguap lebar-lebar di ujung teleponnya. Membuat Kinan tersadar dari lamunannya. Dia melirik jam di dinding kamarnya, jarum panjang dan pendek sudah hampir bertemu di angka 12.
                “Bohong”, ucap Kinan ragu-ragu.
                Ogi mendengus lagi.”Lo minta gue bantuin ngartiin tuh lagu, kan? Mau apa lagi?”
                “Gue nggak percaya sama lo.” Pipi Kinan memanas, pandangannya kabur.
                “Yaudah. Tanya sama kamus atau Mr. Google aja ya, Non.” Ogi memutuskan teleponnya. Sementara tangan Kinan masih memegang ponsel yang menempel di telinga kanannya, air mata perlahan meluncur jatuh di sudut matanya.
--
                Kinan menarik selimut sampai menyentuh dagunya. Malam itu cuaca sangat dingin. Dia sedang duduk di atas bangku kayu jati di balkon kamarnya. Saat itu langit begitu indah dengan bulan sabitnya dan taburan bintang, tetapi hal itu tak dapat menarik perhatian Kinan. Pikirannya sedari tadi terpusat pada kedai kopi di depan kompleks tempat tinggalnya.
                Sesekali Kinan menilik jam digital di ponselnya. Kali ini untuk yang kedelapan, 09.57 p.m. Di ponselnya tak ia temukan pesan masuk atau panggilan dari Radit. Sekitar tiga jam yang lalu, seharusnya Kinan pergi menemuinya di sebuah kedai kopi. Tapi, ia tak menepati janjinya pada laki-laki itu. Ia memilih tinggal di rumah, bersembunyi dari kenyataan pahit yang mungkin akan jumpai. Penolakan.

 
                Hembusan angin malam membelai pelan pipi Kinan. Ia bergidik. Radit tak mungkin menunggunya, pikir Kinan. Ia membuka lagi pesan dari laki-laki itu kemarin siang.
                “Kinan, temui aku di kedai kopi depan kompleksmu jam tujuh malam. Aku tunggu di depan. Nanti kita masuk bersama.”
                Pandangan Kinan terpaku pada dua kalimat terakhir pada pesan itu. Apa Radit akan menunggunya di tengah udara malam ini yang begitu dingin? Kedua tangan Kinan mencengkeram kuat ujung selimut. Ia sadar, ada perasaan bersalah yang begitu mendalam saat membayangkan sosok lelaki itu menggigil di depan kedai kopi. Namun dia menolak untuk menerima penolakan. Karena setelah malam ini, mungkin akan ada luka yang membekas untuk beberapa waktu.
                Tiba-tiba ponsel Kinan bergetar, ada sebuah pesan masuk. Nama Radit muncul di layar, segera ia membuka pesan itu.
                “R u okay?” Mulut Kinan menganga lebar membaca kalimat itu. Bukankah seharusnya ia yang menanyakan hal itu pada Radit? Apa dia.. Pertanyaan Kinan menggantung di udara. Ia bergegas turun dan berlari ke garasi. Ia meraih sepeda dan membawanya keluar. Ia tak mempedulikan piyama yang ia kenakan dan ibunya yang meneriakan namanya. Ia mengayuh pedal sepeda dengan kuat dan cepat menuju kedai kopi depan kompleks.
                Semakin cepat Kinan mengayuh sepedanya, semakin menggigil tubuhnya akibat terpaan angin malam yang menembus piyamanya yang tipis. Ia membelokkan sepedanya ke arah pertokoan yang sebagian besar tokonya sudah tutup. Kinan dapat melihat jelas cahaya redup yang berasal dari kedai kopi.
                Kinan menghentikan sepedanya di depan seorang laki-laki yang berdiri di depan kedai tersebut. Laki-laki yang mengenakan kaos oblong dan jaket jins itu,terlihat kaget melihat kedatangannya.
                “Apa.. kenapa.. lo ngapain.. lo ngapain berdiri di sana?” tanya Kinan dengan napas terengah-engah. Ia masih berdiri di samping sepedanya yang tergeletak, berusaha menjaga jarak dengan Radit.
                “Kinan. Gue kira..” Radit menatap gadis di hadapannya dengan pandangan tak percaya.
                “Apa?”
                “Gue kira lo sakit atau kenapa. Jadi, lo nggak bisa dateng. Gue..” Radit terdengar sedikit ragu dan berhati-hati, lalu ia melanjutkan,”Gue khawatir.” Ia memalingkan pandangannya ke dalam kedai.
                “Lo terlalu naif. Gue di rumah baik-baik aja, Dit. Gue memang sengaja nggak dateng”, Kinan dengan jujur. Dia bersikap keras bukannya lemah, terhadap laki-laki yang akan menolaknya itu. Radit diam seribu bahasa, tak ada gerak-gerik marah di dirinya.
                “Ayo masuk”, ucap Radit dengan nada mengajak. Tapi ia tetap di tempat, menunggu Kinan bergerak duluan.
                Kinan meraih sepedanya, dan berkata,”Kedainya bentar lagi tutup. Lebih baik lo pulang.” Sebenarnya itulah alasan Kinan bersusah payah ke tempat itu. Untuk menyuruh Radit pulang, sehingga tak perlu ia merasa bersalah.
                Radit berjalan ke arah Kinan. Ia melepaskan jaketnya, dan menanggalkannya di punggung gadis itu.”Kinan, gue..”
                Kinan memotong ucapannya,”Gue udah denger lagunya. Enggak perlu lo jelasin lagi. Gue udah paham, Dit.”
                Radit tertawa kecil. Hal ini membuat Kinan melirik kesal ke arahnya.”Sebenernya gue mau jelasin, Nan. Di sini gue salah. Gue salah milih lagu.”
                “Apa?” tanya Kinan bingung.
                “Tunggu. Biar gue jelasin. Jadi,”Radit lalu meletakkan kedua tangannya di bahu Kinan, sehingga mereka hanya berjarak kurang dari satu meter. Ia melanjutkan,”Gue pikir lagu Unintended itu lagu romantis, yang isinya tentang menyatakan perasaan atau semacamnya. Ternyata gue salah. Tadi pagi gue tanya sama Ogi. Lo tahu sendiri, dia master bahas inggris di SMA kita. Dia jelasin ke gue semua artinya per baris. Kinan, lo enggak tahu seberapa kaget gue saat itu. Gue takut lo salah paham, karena Ogi juga cerita malamnya lo juga tanya ke dia.”
                Radit tertawa, lalu berkata,”Gue bodoh ya. Gue sebenarnya mau bilang gue sayang sama lo, eh malah secara enggak sengaja nolak lo”. Radit diam, menunggu Kinan bereaksi sesuatu terhadap kalimat terakhirnya.
                Kinan berdeham, berusaha untuk tidak bereaksi berlebihan.”Terus kenapa lo enggak kasih tahu gue setelahnya?” tanya Kinan heran.
                Radit berpikir sejenak.”Gue sebenernya mau lihat lo bakal datang nggak. Karena..” Jawabannya sengaja ia gantung untuk membuat Kinan penasaran.
                “Karena apa?”
                Radit tersenyum simpul dan menatap kedua mata Kinan dalam-dalam. Ia berkata,”Karena kalau lo enggak dateng, artinya lo enggak mau menerima penolakan dari gue.”
                Seketika itu Kinan menendang betis Radit.”Sialan lo, Dit!”
                “Ouch! Gila, tendangan lo mantab juga”, ucap Radit seraya meringis kesakitan, sedangkan Kinan puas melihatnya.
                Kinan menaiki sepedanya, mengayuhnya ke arah ia datang tadi. Ia masih kesal dan tak mempedulikan Radit yang berjalan pincang di belakangnya. Kinan sengaja mengayuh sepedanya lebih cepat.
                Jauh di belakangnya, Radit meneriakkan sesuatu,”Kinan, gue yakin sekarang enggak salah lagu. Dengerin Love Song dari The Cure! Oke!”
                Kinan hanya terseyum mendengarnya. Dia tak akan mendengarkan lagu apapaun yang diminta Radit. Dia mau mendengar semuanya langsung dari mulut laki-laki itu.”Aku enggak mau!” teriaknya.

Comments

  1. ayo lanjut be ceritanya be! haha

    ReplyDelete
  2. sek sek. aku wis mumet gawe sedowo iki -_-"

    ReplyDelete
  3. haha lanjutin lah be. endingnya happy aja nggak papa wis kalo yang ini :p

    ReplyDelete
  4. lagi males *eh, males mulu yaaa -_-*

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts